berikut media pembelajaran kurikulum KTSP mengungkapkan isi puisi
silahkan yang ingin download satu berkas klik di sini
bisa dibuka dengan menggunakan microsoft office power point 2010 ke atas
kalau 2007 bisa tapi videonya nginput sendiri ya :)
monggo di download..
thanks for your visit :)
semoga bermanfaat :)
Indah Kurnia
Berbagi ilmu, cerita, sampai curhatan alias curcol. :)
greeting
Senin, 03 Maret 2014
angtologi puisi _ "SAJAK KEPAGIAN" _ oleh Indah Kurnia
contoh puisi:
Malang, 3
September 2013
download full (50 puisi) klik di sini via 4shared
terima kasih sudah membaca blogku.
thanks for your visit :)
PUISI CINTA
Aku
tak bisa berpuisi
Aku
tak bisa merayumu
Aku
tak bisa mengandaikanmu layaknya kembang
Tapi
aku ingin membuat puisi cinta
Harus
kumulai dengan kata apa?
Entahlah....
Pikiranku
tak mampu menjangkaumu
Perasaan
yang aneh mendebarkan dada
Yang
aku tahu, itu cinta
Aku
ingin menulis puisi cinta
Bardasarkan
perasaanku padamu
Aku
ingin mengandaikanmu dengan apalah itu
Sesuai
dengan kaidah puisi
Tapi
aku tak bisa menulis puisi cinta
Aku
tak mampu mengandaikanmu
Bagiku,
kau tak dapat diibaratkan
Cinta
itu ya kamu
Kamu
yang membuatku nyaman
Kamu
yang membuatku tersenyum gila
Dan
kamu yang membuatku mirip wong edan
Aku
ingin menulis namamu dalam puisi cinta
Tapi
aku tak bisa menuliskannya
Doaku..
Namamu
tertulis bersama namaku dalam lauhul mahfudz
(titik
dua bintang)
download full (50 puisi) klik di sini via 4shared
terima kasih sudah membaca blogku.
thanks for your visit :)
cerpen _ "TERORIS"
TERORIS
Indah
Kurniasari
Mungkin sudah
lama sekali aku tak berjumpa dengannya. Orang yang benar-benar hebat, sayang
sekali hidupnya tak dapat menikmati keindahan dunia ini. aku bersyukur sempat
bertemu dengan orang macam dia. Iya, namanya Sumarlan Sastro Dikromo. Kalau
dilihat dari namanya ia memang orang ndalem
atau ada keturunan darah biru. Sayang beribu sayang ia sudah tidak diakui lagi
oleh keluarga besarnya.
Bagiku,
Sumarlan adalah sosok yang bersahaja. Ia sahabat yang sangat peduli dan ringan
tangan. Senymannya, aku masih mengingatnya. Bagaimana kabarnya orang itu
sekarang? Apakah di tempat barunya yang memang jauh itu ia baik-baik saja?
Apakah ia bahagia di sana?
Aku mengenal
betul siapa Sumarlan dari Ibuku. Ia pernah bersekolah di salah satu universitas
negeri mengambil jurusan teknik nuklir. Saat ia menempuh pendidikan ia mengenal
dan jatuh cinta dengan seorang gadis bernama Laksmi. Gadis yang cantik ketika
masa itu, berambut ikal tergerai sepinggang, memiliki tahi lalat kecil di atas
bibirnya. Gadis yang setiap pagi menitipkan donat di kantin fakultas Marlan,
dan setiap sore mengambil uang yang dihasilkan dari penjualan donat.
Tanpa pikir
panjang Sumarlan mengutarakan niatannya untuk menikahi Laksmi kepada keluarga
besarnya di Solo. Sontak keluarga besarnya menolak niatan Marlan untuk menikahi
Laksmi yang bukan dari kalangan bangsawan. Laksmi hanyalah seorang gadis
kampung penjual donat. Tapi Marlan sangat tertambat hatinya oleh pesona
sederhana Laksmi. Niatannya untuk menikahi Laksmi sudah tidak bisa diganggu
gugat. Akhirnya Marlan-pun dicoret namanya dari keluarga besar Sastro Dikromo.
Garis keturunan
kebangsawanan Marlan sudah tidak ada. Pendidikan-pun terbengkalai. Aku tahu
bagaimana perasaan Marlan pada saat itu. Di satu sisi ia ingin tetap
mempertahankan kebangsawanan dengan segala fasilitas ekonomi yang mumpuni. Di
sisi lain cinta Marlan terhadap Lastri sudah bulat, Marlan sudah nembung ke orang tua Lastri untuk
dipinang di kaki gunung merapi, dan orang tua Lastri-pun setuju. Malu bukan
kepalang jika ia harus mengingkari janjinya menikali wanita itu hanya karena
pihak orang tuanya tidak setuju. Laki-laki harus punya kepribadian dan pantang
menjilat air liurnya. Itulah yang membuatku bangga dengan Marlan.
Bagaimana-pun
caranya ia bekerja mencari uang untuk melancarkan niat menikahi Lastri. Dengan
bekal pendidikan yang tidak sampai tamat itu ia mampu menghasilkan uang untuk
bekal menikahi wanita pujaan hatinya. Untungnya keluarga Laksmi di kaki gunung
merapi itu tidak keberatan menerima Marlan yang sudah tidak kaya lagi, Marlan
yang bukan bangsawan lagi. Senang hatiku melihat Marlan bahagia dengan
keputusannya. Walaupun yang kutahu Marlan hidupnya serba kekurangan.
Tak kuketahui
dari mana Marlan mendapat uang, yang kutahu ia sempat melanjutkan pendidikannya
di perguruan tinggi swasta, dengan beasiswa mahasiswa berprestasi, dengan
jurusan yang berbeda, yakni teknik elektro. Lagi-lagi ia tak sempat menamatkan
pendidikannya karena Laksmi melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama
Budiman. Kebutuhan ekonomi keluarganya saat itu lebih membutuhkan perhatian
Marlan dibanding dengan menamatkan pendidikan S1-nya.
Sungguh lucu
dan menarik kehidupan Marlan ini. Sebenarnya ia ini orang yang pandai, tampan,
punya banyak mitra kerja. Sayang kerika dihadapkan dengan urusan Laksmi ia akan
keok seperti ayam yang kalah diadu.
Walaupun demikian, ia orang yang tidak pernah mengeluh. Mengeluh padaku saja ia
tak pernah, mengeluh pada Ibuku yang ia kenal jauh hari sebelumku juga tak
pernah. Kami ini dianggap seperti apa? Padahal aku dan Ibuku menganggap Marlan
sebagai sahabat yang tiada duanya. Sikapnya yang tegas dan bijaksana akan
tetapi mengayomi siapa saja membuatku hormat kepadanya. Aku merindukannya,
kapan aku dapat bersua dengannya kembali meneguk segelas teh pahit di pagi hari
sambil menantang matahari yang mulai meringis
di pinggir sawah.
Aku ingat benar
kehidupan Marlan yang bekerja apa saja demi menghidupi anak-anaknya, ada
Budiman, Atika, dan Teguh. Apapun dilakoni Marlan agar ketiga anaknya dapat
bersekolah hingga S1. Nasibnya-pun tidak akan sama dengannya yang magak. S1 saja tidak tamat dan akhirnya
susah mendapat pekerjaan yang bagus bayarannya.
Hingga suatu
hari ia memutuskan untuk bekerja di luar kota meninggalkan istri dan
anak-anaknya. Ia ingin bekerja dengan bayaran yang lebih banyak. Kalau ke Jogja
di sana sudah banyak orang pandai yang bekerja dengan bayaran yang banyak. Ia
putuskan untuk pergi ke Surabaya. Mungkin kota Surabaya tidak sekejam kota
Jakarta dan Jogjakarta, apalagi tidak sekejam kaki gunung Merapi. Sejak hari itulah
aku tak pernah bertemu dengannya. Tapi ia berjanji akan selalu berkirim surat
untukku. Janji itulah yang aku nanti.
Di sana ia
bertemu dengan orang yang memberinya pekerjaan yang mungkin sesuai dengan
pendidikan yang pernah ia tempuh walaupun tidak tamat. Ia diminta untuk bekerja
merakit senjata api dan peledak atau yang sering disebut dengan bom untuk
kepentingan instansi militer. Kalau soal bayaran jangan ditanya. Bayarannya
sangat menggiurkan. Berapa nominalnya akupun tak pernah dikabari, yang pasti ia
selalu mengirimkan uang untuk keluarganya. Kehidupan keluarganya di kampung
sini menjadi lebih baik.
Selama sepuluh
bulan Marlan tak pernah lagi berkirim kabar mengenai dirinya, yang dikirimkan
hanyalah segebok uang tanpa sepucuk surat. Aku dan keluarganya tak bisa
mengetahui kabarnya. Ada apa dengan sahabatku ini? bosankah ia menulis surat
kepadaku dan kepada keluarganya? Apa ia pikir dengan uang ini kerinduanku dan
keluarganya bisa terobati? Sudah dua tahun Marlan tak pernah menjejakkan
kakinya di tanah ini, tanah kaki gunung Merapi. Apa dikira sahabat dan
keluarganya di sini tidak merindukannya?
Apalagi kami di
sini mendengar berita tidak sedap mengenai Marlan dan pekerjaannya, yang
katanya ia bekerja dalam gembong teroris yang memang akhir-akhir ini marak.
Memang Marlan kerjaannya menyambungkan kabel biru ke katoda bermuatan negatif
dan menyambungkan kabel merah ke katoda bermuatan positif. Kemudian
menghubungkannya dengn tabung logam yang berisi bubuk mesiu. Tak lupa juga
memasang timer dan pemantik dalam ke dua kutub tabung bubuk mesiu tersebut.
Kabel warna hitam menghubungkan timer dengan pemantik. Ketika timer berjalan
maka pemantik akan bergerak menuju kutub negatif hingga timer habis barulah
pemantik terbuka dan menghasilkan percikan api yang membuat kutub negatif
konslet dan menghantarkan listrik terbuka dalam tabung berisi bubuk mesiu. Dan
BUM! Terjadilah ledakan. Ledakan yang dihasilkan dapat merusak sebuah gedung
dengan tingkat kerusakan yang cukup parah.
Entahlah,
semoga marlan tidak demikian. Tidak akan rela mengorbankan dirinya dengan cara
meledakkan dirinya hanya untuk jaringan teroris yang tidak jelas apa maksudnya
terhadap pertahanan dan keamanan. Namun apa yang kuharapkan dan diharapkan anak
istrinya tidak sesuai dengan kenyataannya. Kami mendengar berita bahwa Marlan
menjadi salah satu tersangka bom bunuh diri di salah satu pusat perbelanjaan
Surabaya. Betapa hati ini sakit mendengar pemberitaan tersebut. Aku yang sangat
menghormatinya jadi kikuk ketika mengetahui ia tak lagi memiliki akal sehat.
Apa yang dipikirnkannya hingga sudi menjadi tersangka bom bunuh diri.
Dua minggu
kemudian jenazah Marlan dalam peti sampai di rumahnya, di kaki gunung Merapi.
Kami semua-pun menangisi Marlan. Anak-anaknya terisak-isak menatap peti jenazah
bapaknya. Sudah dipastikan bahwa ia hancur berkeping-keping, mayatnyapun pasti
sudah diidentifikasi dan diotopsi guna kepentingan penyelidikan dan penyidikan
pihak kepolisian. Aku secara pribadi kecewa dengan sikap Marlan. Apa maksudnya
dua tahun tidak pulang, sepuluh bulan tidak berkirim surat, pulang-pulang
dengan citra yang buruk dan mati mengenaskan.
Keluarganya di
kampung banyak dicemooh oleh tetangga, hingga tetangga desa-pun ikut mencemooh
keluarganya. Anak-anaknya menanggung malu karena bapaknya adalah teroris.
Istrinya pun jadi tak pernah keluar rumah, Laksmi jadi ngengkleng, banyak melamun, jadi sakit-sakitan. Anak-anaknya-pun
sudah malu untuk pergi ke sekolah. Hanya si bungsu, Teguh yang pergi ke
sekolah. Bukannya Teguh tidak malu terhadap cemoohan teman-temannya. Akan
tetapi ketika kutanya mengapa ia hanya mengatakan ia harus menjadi orang sukses
agar bisa cari duit yang halal gak seperti bapaknya.
Tiga bulan
kemudian keluarganya mendapat kiriman berupa kotak besar berwarna coklat. Nama
pengirimnya Sumarlan Sastro Dikromo. Hal tersebut mencengangkan keluarganya
beserta anak-anaknya. Akupun beranggapan dan berharap bahwa Marlan masih hidup.
Dalam kotak tersebut ada banyak surat yang tidak dikirim dan juga uang yang
banyak beserta surat-surat penting. Aku membaca surat-surat Marlan.
Ia bekerja di
tempat perakitan senjata api dan bom untuk kepentingan militer. Lama-kelamaan
ia tersadar betapa anehnya tempat ia bekerja jauh dari keramaian, tempat ia
bekerja tidak standar dengan tempat pembuatan atau perakitan senjata api dan
bom, tempatnya hanya menggunakan bekas gudang yang sudah lama tidak dipakai.
Jalan menuju tempat bekerjanya hanya setapak dan tertutup oleh semak dan
pepohonan yang tinggi dan rimbun. Anehnya lagi tempat tersebut tidak pernah
didatangi oleh instansi militer untuk mengambil pesanannya. Katanya ia bekerja
untuk kepentingan militer akan tetapi ia tak pernah mengetahui adanya transaksi
jual beli yang sah secara hukum.
Para pekerja
dilarang keluar area gudang selama ingin bekerja di tempat tersebut. Kalaupun
boleh keluar hanya sehari semalam setiap akhir bulan. Itupun pekerja mendapat
fasilitas antar jemput di pangkalan. Marlan pun tak bisa mengingat ke mana
jalan menuju gudang tua itu. Hingga suatu hari Marlan tanpa sengaja menguping
pembicaraan bos dengan bos besar, ia mendengar rencana pengeboman salah satu
pusat perbelanjaan di Surabaya. Apesnya ia kepergok kaki tangan bos saat
menguping pembicaraan dalam ruang yang memang tidak boleh dilalui pekerja
perakit.
Sejak itu
Marlan bekerja di bawah todongan pistol di kepalanya. Ia harus bekerja dengan
paksaan, ia sama sekali tak diijinkan keluar area bekerja walaupun sebulan
sekali. Itulah alasan mengapa Marlan selama sepuluh bulan tak pernah berkirim
surat, hanya mengirimkan uang hasil kerjanya. Akan tetapi Marlan tetap menulis
surat dan mengutarakan semuanya ke dalam surat-surat ini. surat yang ditulisnya
hanya dikumpulkan begitu saja. Uang, buku tabungan, dan sertifikat rumah yang
sempat ia beli di daerah Solo hanya begitu saja terkumpul di dalam kotak.
Surat
selanjutnya tidak ditulis oleh Marlan, akan tetapi ditulis oleh teman
sepekerjaannya, namanya Anton. Dalam surat anton ditulis bahwa Marlan mengalami
kematian sementara setelah menelan pil yang diberikan oleh bos tersebut.
Setelah sadar Marlan sama sekali tak mengenali Anton maupun rekan-rekan
sepekerjaannya. Anton hanya diberi amanat oleh Marlan untuk melanjutkan menulis
surat tentang Marlan untuk keluarganya di Magelang, kaki gunung Merapi
jika-jika Marlan menunjukkan sikap yang berbeda tak seperti biasanya.
Bulan Oktober
Marlan keluar dari gudang tua tersebut dengan tanpa ingatan sedikitpun pada
masa lalu. Ia menggunakan jaket tebal berwarna coklat yang di dalamnya
terkalung bom. Ia berjalan dengan tegak sekali tanpa sedikitpun rasa takut
maupun khawatir kalau sewaktu-waktu bom tersebut meledak.
Bulan November
tak ada kabar lagi tentang Marlan. Barulah pada akhir bulan Maret kotak surat
Marlan sampai di kampung halaman dan berisi sejuta kejutan baik dan kejutan
menyesakkan dada. Dengan surat-surat Marlan tersebutlah keluarganya dapat
sedikit menghela nafas. Setidaknya Marlan hanya korban jaringan teroris di
negeri ini. Marlan melakukannya bukan karena kemauannya, akan tetapi karena
pengaruh pil yang ditegaknya beberapa bulan lalu menjelang ajalnya.
Berbekal uang
dan sertifikat rumah sederhana di Solo mengubah nasib kami semua. Aku masih
bangga kepada Sumarlan Sastro Dikromo, ia tak pernah mengeluh kepadaku maupun
kepada Ibuku. Terserah orang lain mengenal Marlan sebagai teroris, yang kutahu
ia adalah bapak dan sahabat terhebat di dunia yang pernah aku miliki. Aku
bangga menjadi anak Sumarlan Sastro Dikromo, berkat bapakkulah aku mampu
menjadi orang yang berguna bagi bangsaku dan meneruskan cita-cita bapak untuk
lulus S1 bidang teknik elektro. Terima kasih, Bapak telah memberiku nama Teguh
Prakoso. Seteguh kepercayaanku kepada bapak.
Solo, bumi baru aku berpijak.
cerpen _ "GERIMIS DI PELATARAN"
Indah Kurniasari
Aku
sedikit mengingat sebelum aku tak dapat menggerakkan seluruh syaraf di tubuhku.
Sekitar lima menit yang lalu aku memacu mobilku dengan kecepatan 120 km/jam
saat melintasi jalan menikung ini. Itu saja yang aku ingat, selebihnya aku tak
bisa mengingat dengan jelas, sekitar lima menit yang lalu itu adalah teriakan
terakhirku.
Aku
masih bisa mendengar deru suara mesin mobilku yang tersendat-sendat, antara
mesin masih menggebu-gebu dan mesin yang kemasukan sesuatu. Aku mendengar kaca
pecah, mendengar ranting yang patah, mendengar suara yang menubruk-nubruk, dan mendengar
jantungku yang masih berdetak. Terasa sesuatu yang hangat mengalir dari kepala
ke pipiku, cairan yang hangat juga mengalir melalui hidungku. Cairan yang
sepertinya kental sedikit berbau amis.
Aku tidak bisa memfokuskan pendengaranku. Aku
harus mendengarkan apa? Semua suara terjadi bersamaan. Suara yang berasal dari
mobilku maupun suara yang timbul akibat aku mulai merasakan fantasi-fantasi
masa lalu. Suara decitan ban mobilku, aku masih mendengarnya hingga
terngiang-ngiang. Suara ambruknya pembatas jalan yang cukup keras hingga
membuat seluruh badanku terasa menghantam segala sesuatu.
Aku
rasa ini masih senja dan belum benar-benar terbenam.
Beberapa
saat kemudian aku mendengar suara sirine mendatangiku. Sepertinya banyak mobil
bersirine menghampiriku. Aku berharap yang datang itu adalah mobil ambulan,
bukan mobil dari pihak kepolisian. Di sela-sela suara mobil bersirine yang
nyaring aku mendengar seseorang memanggil-manggil namaku dengan nada yang
hendak menangis. Suaranya lirih dan sendu memanggil namaku,
Ardhanareswari.Melalui suara itu aku merasakan kasih sayangnya di tiap
panggilannya kepadaku. Aku ingin menjawabnya, apa daya aku tak mampu beranjak menggerakkan
tubuhku, hanya bisa mendengar tak bisa melihat. Entahlah saat itu aku memang
ingin memeluknya, seorang wanita hebat yang telah melahirkanku ke dunia ini.
Wanita
hebat itu, sepertinya aku mengingat suaranya. Beberapa jam yang lalu aku bertengkar
dengan wanita itu. Iya, itu Ibuku. Aku ingin menangis tatkala ibu memanggil
namaku. Ternyata wanita itu tak benar-benar marah denganku seperti yang telah
aku bayangkan beberapa jam yang lalu. Entah makhluk seperti apa diriku ini?
Ibu, wanita yang sabar, tidak benar-benar marah padaku. Aku ingin memeluknya
namun tubuhku tak mampu bergerak.
***
Aku
mendengar pintu mobilku dibuka secara paksa dengan benda tumpul. Bising sekali
suaranya, aku tak bisa berkonsentrasi, semua suara hadir dalam waktu yang amat
singkat dan relatif bersamaan. Rasanya ingin aku berteriak agar suara-suara
yang saling membaur itu lenyap dan biarkan aku berkonsentrasi mencari suara
ibuku. Aku merasakan sentuhan seseorang mengenai tubuhku dan berusaha menyentuh
urat nadiku, lalu orang itu berteriak seolah menang lotre saja girangnya, “Si korban
masih hidup!! Si korban masih hidup!! Siapkan ambulan! Kita akan evakuasi ke
Rumah Sakit terdekat.”
Aku
ingin tertawa bahagia karena sirine yang kudengar adalah ambulan. Tapi aku juga
ingin menangis kenapa di saat seperti ini aku tak bisa membuka mata. Setidaknya
jika aku membuka mata aku bisa menyaksikan segala kekonyolan yang telah aku
perbuat dan mentertawakannya dengan terbahak-bahak. Layak artis yang
dikerubungi banyak orang. Bodoh!
Rasanya
disaat seperti ini aku ingin membual pada kenyataan hidup yang telah aku alami.
Kenyataan hidup yang sengaja aku ubah demi kesenanganku sendiri. Kenyataan yang
seharusnya memang harus aku hadapi dengan lapang. Akan tetapi dengan lapang
pula aku berlari dari kenyataan. Tapi tak ada waktu lagi untuk membual
kenyataan bodoh yang telah aku alami.
Aku
merasakan sakit disekujur tubuhku, apa lagi bagian kepala. Tapi aku tak bisa
merintih kesakitan. Untuk membuka mata saja otakku tak mampu mengendalikan
syaraf motorik di area mata. Aku mendengar beberapa orang membacakan doa
untukku. Aku tidak tahu tepatnya doa apa itu, doa agar aku lekas sembuh atau
doa agar aku tak merasakan kesakitan seperti ini.
***
Sepertinya
hari sudah berganti malam, aku mengetahuinya karena sudah tidak ada suara
disekitarku. Yang ada aku mendengar suara mesin baja menderu di jalan yang
terdengar jauh sekali, yang aku dengar hanya suara jam yang berdetak seperti
jantungku yang masih berdetak. Tatkala seperti ini aku mengingat secuil kisah
masa lalu.
Aku
adalah anak semata wayang dalam sebuah keluarga kecil yang punya banyak aturan.
Mungkin aku bisa dibilang dewasa sebelum waktunya, aku mampu menerima
kebobrokan pernikahan orang tuaku dengan lapang dada walaupun aku harus menahan
sakit karena hidupku serba terbatas. Terbatas bukan dalam keadaan ekonomi, tapi
terbatas dalam menikmati kehidupanku yang seharusnya bahagia. Harusnya sihbahagia.
Aku
ini seakan-akan haus akan kasih sayang orang tua yang sedikitpun tidak dapat
aku merasakannya. Harusnya aku sadar dari awal, aturan yang orang tua
berlakukan untukku itu adalah bukti sayang mereka padaku. aturan itu untuk
kebaikanku, untuk masa depanku sendiri. Tapi aku tak dapat berfikir demikian
pada masa SMA, aku justru mencari cinta dari lawan jenis dengan mencicipi
segala kehidupan berbau seks. Aku masih ingat dengan siapa aku menyerahkan
keperawananku saat itu. Dengan lelaki yang aku pikir adalah orang yang
benar-benar mencintaiku. Akan tetapi tidak demikian pula dengan diriku. Aku tak
bisa merasakan adanya getaran cinta dengan lelaki itu walaupun aku sudah melakukan
hubungan seks dengan laki-laki itu.
Sejak
saat itu aku selalu mengambil jalan kehidupan yang hitam. Aku berpetualang
untuk melabuhkan cintaku ini dengan jalan melakukan hubungan intim layaknya
pasangan suami istri. Aku masih mengingat ada delapan orang laki-laki yang
telah menggerayangi tubuhku. Mereka mau menerimaku apa adanya dengan catatan
aku sudah tidak perawan. Tak dapat kubayangkan lagi saat tubuhku ini dibelai
mesra oleh banyak lelaki selama sepuluh tahun ini. Melakukan percumbuan tanpa
ada rasa cinta, dan sering membuat lawan cumbuku mengkomplain karena aku tidak
bisa lepas dalam melakukan hubungan badan.
Walaupun
kehidupan psikologiku sungguh diluar dugaan orang-orang, aku memang seorang
yang pandai dalam bidang akademik di sekolah, kampus, hingga di kantor. Masih
sebagai pegawai baru di kantor tempat aku bekerja, dalam enam bulan sudah
mendapatkan promosi dengan bayaran yang cukup tinggi bagai pegawai baru
sepertiku ini. orang-orang tak akan ada yang bisa menerawang kehidupanku. Orang
tuaku bahkan sekalipun. Sungguh gila kehidupanku. Mengapa aku tak bisa
bersyukur dengan anugerah Tuhan terhadap diriku ini? aku sudah diberi tubuh
yang cantik, sintal, dan juga dengan otak yang canggih. Mengapa aku tak
menyadari semua ini? mengapa aku harus menyadari pemberian Tuhan yang
sangat-sangat berharga ini saat aku terbaring dengan infus dan balutan perban
di mana-mana?
Saat
tubuh ini tak semolek dulu karena kecelakaan itu, bahkan tubuh ini tak lagi
dapat dijadikan pemuas lelaki berhidung belang. Yang kuingat hanya ada seorang
yang pernah membuatku berdebar kencang tanpa ia harus menelanjangiku di kamar
sewaan. Hanya dengan tatapan matanya yang menenangkan itu mampu melumpuhkan
segala syarafku. Dia bukan dari golongan priyayi, dan aku sudah mengenalnya
cukup lama. Dan dia tidak seperti kebanyakan lelaki hidung belang yang aku
temui.
Aku
ingat pertama kali pertemuanku dengan Hasan. Dunia malam yang penuh dengan
balapan liar di jalanan. Saat itulah aku mengenalnya. Akan tetapi aku baru
merasakan ada getaran baru-baru ini. Dia beda dari lelaki yang umumnya aku
temui. Dia sama sekali tak pernah mengajakku kencan atau sebangsanya.
Seolah-olah dia tak pernah menyukaiku sedikitpun. Dia tak pernah meladeni
segala usahaku untuk mendekatinya.
Aku
tak pernah ingin kehilangan lelaki sejenis Hasan ini. Berbagai cara telah aku
lakukan agar Hasan mengenalku lebih dalam dan mau meniduriku agar aku tahu
apakah Hasan benar-benar orang yang aku cintai hingga membuatku berdebar
kencang. Sungguh perilaku yang menjijikkan, menjatuhkan harga diri hanya demi
lelaki seperti Hasan. Kemolekan tubuhku tak mampu melumpuhkan logikanya. Ia
tetap lelaki yang tak sedkitpun tertarik padaku. “Aku memang sayang kepadamu,
tapi sayang ini hanya sebatas teman.” Kata-kata itu masih terngiang-ngiang
hingga saat ini.
Tiba-tiba
aku merasakan mata ini mengeluarkan air yang mengalir hingga ke pipi. Walau aku
masih terpejam tak dapat dibuka, tapi perasaan ini, otak ini masih bekerja
layaknya orang yang hidup normal. Baru kali ini aku menangis konyol, menangisi
segala kebodohan masa laluku hingga menjadikanku seperti ini, terbaring di atas
ranjang rumah sakit. Tak dapat melakukan apapun hanya bisa mengingat masa lalu
tanpa ada seorangpun yang dapat aku jadikan tempat tumpuan beban hidup ini. aku
tak punya teman, aku memang tak punya teman. Hidupku hanya kuhabiskan dengan
banyak laki-laki. Oh Tuhan!!
Aku
mengingat tamparan orang tuaku yang bertubi-tubi mendarat dipipiku. Pukulan
rotan tak luput dari punggungku.
“Siapa
yang menghamilimu, Nak? Katakan pada ibu!” sambil menamparku berulang kali.
Akupun tak menangis karena tamparan itu.
“Dasar
anak memalukan! Kau ini anak semata wayang! Harusnya bisa menjaga nama baik
keluarga!” kata-kata dari ayahku dengan pukulan rotan yang mengenai tubuhku.
“Apa
peduli kalian tentangku? Kalau hamil terus kalian tak sudi memiliki anak
sepertiku yasudah gugurkan saja kandungan ini! beres kan?” sahutku sambil
berdiri mendekap bekas pukulan orang tuaku.
Aku
ingat betul karena kecerobohanku menaruh alat pengecek kehamilan di atas meja
riasku. Aku masih ingat betapa senangnya aku akan kehamilan itu. Tak seperti
biasanya aku risau karena hamil oleh pacar-pacarku dan dengan obat aku
meluruhkan kandunganku. Saking senangnya aku hamil karena orang yang aku cintai
aku tak membuang tespack itu hingga orang tuaku menemukannya.
“Aku
tak sudi punya anak sepertimu! Sudah berapa duit ayah habiskan hanya untuk
menyekolahkanmu hingga kau bisa bekerja seperti ini? apa kau tak menghargai
kerja ayahmu ini? Ya Allaaaahh.. apa dosaku hingga kau biarkan anakku lalai dan
hamil di luar nikah?” ayahku menangis, baru pertama kalinya aku melihat ayahku
menangis. Entah mengapa aku juga meneteskan air mata.
Ayah
membereskan pakaianku dan melemparkannya ke luar rumah. Sambil menunjuk-nunjuk
ke arah jalan. Melemparkan kunci mobilku, yang aku beli dengan uangku sendiri
tepat mengenai kepalaku. Ibu-pun berlari ke pelataran sambil menangis
tersedu-sedu. Ia juga mengatakan hal yang sama seperti ayahku. Baru kali ini
aku melihat ibu dan ayahku memiliki pemikiran yang sama. Masihkah aku
berbahagia dengan kehamilanku ini? haruskah aku meminta pertanggungjawaban dari
orang yang aku kejar-kejar demi bercinta dengannya?
Kini
tinggal aku dan segala penyesalanku. Terbaring tak berdaya mengharap keajaiban
dari Tuhan yang masih menyayangiku atau sudah tak peduli lagi terhadapku.
Harusnya aku menjadi anak seperti apa yang diinginkan orang tuaku.
Ardhanareswari, yang berarti bidadari cantik. Harusnya perilakuku juga cantik.
Tak perlu mencari kebebasan dan cinta yang semu dengan jalan yang salah.
Padahal Tuhan sudah memberikan segala sesuatu yang aku perlukan untuk menjadi
Ardhanareswari.
Masih
sempatkah aku terbangun dan mengucap beribu maaf untuk orang tuaku? Maaf untuk
Tuhan yang telah aku lalaikan selama bertahun-tahun? Masih adakah kelanjutan
kisahku? Bagaimana kabar kandunganku? Bagaimana kabar orang tuaku? Bagaimana
kabarmu, Hasan? Aku sudah tak tahu lagi tentang diriku ini. masihkah ada
gerimis di pelataran rumahku?
***
SELESAI ***
Selasa, 26 Maret 2013
PERKEMBANGAN KOGNITIF
pada kesempatan kali ini saya memposting mengenai perkembangan kognitif. teori yang paling populer adalah milik dari Piaget. istilah kognitif sendiri dapat dikaitkan dengan kecerdasan intelektual seseorang, bagaimana perkembangannya dari bayi hingga akhir dewasa..
bagi yang ingin mengunduh file-nya silahkan klik DI SINI
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
SEMOGA BERMANFAAT :)
bagi yang ingin mengunduh file-nya silahkan klik DI SINI
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
SEMOGA BERMANFAAT :)
Kamis, 21 Maret 2013
Apersiasi Antologi Puisi Karya Zaim Rofiqi
hai teman-teman pengguna internet yang suka ngebrowsing internet..
berikut Apresiasi Antologi Puisi miliknya bung Zaim Rofiqi.
yang mau download via 4shared klil DI SINI
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
JANGAN LUPA UNTUK MENYERTAKAN DAFTAR RUJUKAN JIKA ANDA MENGGUNAKAN FILE DARI BLOG INI.
MARI KITA LESTARIKAN KEORISINILAN!
JANGAN MENJADI PLAGIAT!
matur tengkyu
berikut Apresiasi Antologi Puisi miliknya bung Zaim Rofiqi.
yang mau download via 4shared klil DI SINI
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
JANGAN LUPA UNTUK MENYERTAKAN DAFTAR RUJUKAN JIKA ANDA MENGGUNAKAN FILE DARI BLOG INI.
MARI KITA LESTARIKAN KEORISINILAN!
JANGAN MENJADI PLAGIAT!
matur tengkyu
Jumat, 28 Desember 2012
FRIENDSHIP
SENANGNYA MEMILIKI KAWAN-KAWAN SEPERTI KALIAN..
MENIKMATI LIBURAN DI SEMESTER 3 INI DENGAN KALIAN..
MENIKMATI ASYIKNYA KEBERSAMAAN YANG MERIAH..
SELALU ADA KECERIAAN DI SETIAP SAAT (kaya rex**a)..
INILAH TAWA SERU KALIAN......
Dari Kiri...
Muhammad Fachrizal Atletico : cowok ganteng tapi somplak.. Asik diajak bercanda. :)
Riski Yulia Regita Sari : cewek pinter banyak skandal, salah satunya dengan asdos Pengantar Pendidikan
Roisah Amilina (krudung hijau2 biru) : cewek kurus berkacamata.. :)
Dodik Roby Demawan (baju item di atas) : cowok yang somplak..
Mohamad Helmi Nur Fikri (baju orange) : cowok yang kemana2 bawa2 HMJ (bajunya)
Dhenys Helmy Mahendra (baju pink) : cewek yang susah move on dari Kawil.. pesek pula (haha)
Anggita Bagus Octama (baju abu2) : cowok ketua kelas yang berhasil move on dari cewek posesif di kelas
Indah Kurniasari (kacamata item) : cewek yang nulis tentang teman2nya :)
Anisa Isdiarini (baju item sebelah indah) : cewek yang latah dan suka menyebut "ayam"
Dani Bagus Setiawan (cowok yang cuma keliatan kepalanya) : cowok yang susah menutup mulut karena banyak konsentrasi :)
Mohammad Ilham Ar Rozaq : cowok ganteng yang banyak di kejar2 cewe, dan punya imajinasi liar :)
Rendy (fotografer) : cowoknya Roisah Amilina :D
MENIKMATI LIBURAN DI SEMESTER 3 INI DENGAN KALIAN..
MENIKMATI ASYIKNYA KEBERSAMAAN YANG MERIAH..
SELALU ADA KECERIAAN DI SETIAP SAAT (kaya rex**a)..
INILAH TAWA SERU KALIAN......
PindoffA at Prigi Beach |
Dari Kiri...
Muhammad Fachrizal Atletico : cowok ganteng tapi somplak.. Asik diajak bercanda. :)
Riski Yulia Regita Sari : cewek pinter banyak skandal, salah satunya dengan asdos Pengantar Pendidikan
Roisah Amilina (krudung hijau2 biru) : cewek kurus berkacamata.. :)
Dodik Roby Demawan (baju item di atas) : cowok yang somplak..
Mohamad Helmi Nur Fikri (baju orange) : cowok yang kemana2 bawa2 HMJ (bajunya)
Dhenys Helmy Mahendra (baju pink) : cewek yang susah move on dari Kawil.. pesek pula (haha)
Anggita Bagus Octama (baju abu2) : cowok ketua kelas yang berhasil move on dari cewek posesif di kelas
Indah Kurniasari (kacamata item) : cewek yang nulis tentang teman2nya :)
Anisa Isdiarini (baju item sebelah indah) : cewek yang latah dan suka menyebut "ayam"
Dani Bagus Setiawan (cowok yang cuma keliatan kepalanya) : cowok yang susah menutup mulut karena banyak konsentrasi :)
Mohammad Ilham Ar Rozaq : cowok ganteng yang banyak di kejar2 cewe, dan punya imajinasi liar :)
Rendy (fotografer) : cowoknya Roisah Amilina :D
THEY ARE MY FRIENDS.
THEY ARE GOOD FRIENDS.
AND..
THEY ARE ALSO KOPLAK
Langganan:
Postingan (Atom)