Analisis cerpen Rembulan di Dasar Kolam - Danarto
SOSOK MISTIK SEORANG IBU
Danarto, sastrawan dan pelukis
Indonesia terkemuka. Selain penulis cerpen, drama
dan novel, Danarto juga terkenal sebagai pelukis. Ia lahir di Mojowetan, Sragen (Jawa
Tengah), tanggal 27 Juni 1940. Saat ini ia adalah
dosen Institut Kesenian Jakarta (sejak 1973). Lulusan ASRI Yogyakarta (1961) Ia
pernah aktif dalam Sanggar Bambu Yogyakarta (1959 - 1964), kemudian ikut
mendirikan Sanggar Bambu Jakarta. Ia juga pernah menjadi redaktur majalah Zaman ( 1979-1985). Tahun 1976 mengikuti International Writing Program di
Universitas Iowa, Iowa
City, AS dan tahun 1983 menghadiri Festival Penyair Internasional di Rotterdam.
Karya-karya Danarto cenderung mengarah ke aliran sufi dan
mistik. Terbukti beberapa cerpennya banyak yang diterjemahkan oleh Harry
Aveling dalam sebuah buku Abracadabra
(Singapura, 1978). banyak pula yang menganalisis cerpen Danarto seperti yang
dilakukan oleh Siti Sundari Tjitrobusono, dkk. dengan judul Memahami Cerpen-cerpen Danarto. Buku tersebut
disusun agar mengerti apa yang dimaksud dalam cerpen-cerpen Danarto.
Cerpen Rembulan di
Dasar Kolam lebih menekankan pada segi mistik yang dimiliki oleh seorang
Ibu. Cerpen ini menggambarkan tokoh Saya (Bagas) yang suatu malam mendengar
percekcokan Ibu dan Ayahnya tentang memata-matai. Ia bertanya-tanya apa yang
sebenarnya tengah terjadi diantara kedua orang tuanya itu. Hingga pada suatu
hari ia memutuskan untuk menguntit Ibunya kemanapun Ibu pergi. Saat itulah ia
juga melihat Ayahnya tengah menggandeng perempuan bule melewati Ibunya yang sedang asik jongkok memandangi relief
patung batu di koridor perpustakaan. Ayah Bagas mengira Ibu memata-matainya. Pada
akhir cerita disampaikan Ibu Bagas memiliki sebuah kemampuan untuk berteleport
(pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waku yang singkat), mampu
menguasai dimensi ruang dan waktu.
Sosok Ibu yang dapat dikatakan ajaib, mistik, atau sakti.
Ibu di sini digambarkan seorang perempuan anggun yang mampu menegakkan
keluarga, tidak banyak berkomentar, pengertian, sabar, dapat mengimbangi keras
kepalanya Ayah Bagas. Ibu yang memang seorang wonder women yang ternyata pada akhir cerita diketahui Ibu dapat
menguasai dimensi ruang dan waktu.
Kemistisan Ibu terlihat dalam cuplikan berikut:
Saya sampai di rumah lebih dahulu daripada Ibu. Saya beranjak dari teras ke
dalam ruang ketika mobil Ibu memasuki pekarangan dan langsung ke garasi.
“Astaga!” pekik saya tiba-tiba ketika mendadak bertatapan dengan ibu yang
muncul dari kamarnya sambil menenteng buku perpustakaan museumnya itu, padahal
saya mendengar pintu mobil baru saja ditutup kembali.
“Bagas!” sergah Ibu, “Kamu kok seperti bertemu macan! Bengong dan merah
padam!”
“mendadak saya tidak enak badan, Bu,” sahut saya sambil menghindar.
Saya memang gemetar. Barangkali saya tak kuat menyaksikan kejadian itu.
Saya tak habis mengerti bagaimana mungkin Ibu secepat itu turun dari mobil lalu
menutup pintunya tiba-tiba saja sudah muncul dari dalam kamarnya, padahal
antara garasi dengan kamarnya paling tidak berjarak lima puluh meter. Untuk
menuju kamarnya Ibu akan melewati saya yang sedang masuk kamar tamu dari teras.
Dalam kutipan di
atas dapai dipahami bahwa Bagas terkejut ketika tiba-tiba ia mendapati Ibunya
sudah berada di dalam kamarnya bersamaan dengan suara pintu mobil ditutup. Di sini
jelas-jelas terbukti bahwa Ibu Bagas dapat berpindah tempat dengan cepat.
Ada pula bukti lain yang menyatakan kesaktian Ibu yang
dapat menguasai dimensi ruang dan waktu:
Terdengar suara Ibu dari dalam rumah, buru-buru saya
keluar dari mobil. Ini suatu hal yang tidak mungkin. Ibu saat ini sedang berada
di Surabaya. Kecuali oleh suatu hal yang sangat darurat, Ibu selalu punya
jadwal yang tepat. Saya bergegas ke rumah. Saya kaget ketika Ibu tiba-tiba
muncul dari dalam kamarnya, seperti peristiwa dulu.
“Lho! Ibu ternyata sudah datang,” seru saya. “Lebih cepat
dari yang direncanakan.”
“Tidak,” sahut Ibu. “Sebenarnya Ibu saat ini masih di
Surabaya.”
“Saya tidak mengerti maksud Ibu.”
Lalu Ibu masuk kembali ke kamarnya. Saya penasaran
menunggu di luar. Setelh satu jam tak muncul, pelan-pelan saya memasuki
kamarnya. Mlompong. Kamar itu kosong.
“Ibu!” teriak saya dengan gemetar. Jendela kelihatan
tetap terkunci. Ibu telah lenyap tak berbekas. Pasti wajah saya nampak bengong
dan merah padam. Lalu saya ke dapur. Pembantu asyik memasak. Saya segan untuk
menanyakan tentang kedatangan Ibu tadi. Tukang kebun masih nampak merapikan
tanaman. Sedang sopir masih mencuci mobil Ibu. Saya balik ke dalam dan
memandangi kamar dengan perasaan bingung.
Kutipan di atas
menerangkan Ibu yang seharusnya di Surabaya terdengar suaranya dari dalam rumah
dan sosoknya pun dapat dilihat oleh Bagas. Betapa ajaibnya Ibu yang dapat
dengan sekejap menduplikasikan dirinya untuk mengunjungi rumah, entah apa yang
ingin ia kerjakan di rumah.
Dalam cerpen ini sumber mistis kemampuan Ibu dapat
teleport dari satu tempat ke tempat lain melalui sebuah puisi karya Rabiah
Al-Adawiyah berikut
Doa Rabiah dari Basrah
Wahai
Tuhanku, apapun jua bahagian dari dunia kini yang akan Kau anugerahkan padaku,
anugerahkan itu pada musuh-musuh-Mu dan apapun jua bahagian dari dunia akan
tiba yang akan Kau anugerahkan padaku, anugerahkan itu pada sahabat-sahabat-Mu.
Bagiku
Dikau sudah cukup.
Wahai
Tuhanku, urusanku dan gairahku di dunia kini dan dunia akan tiba adalah semata
mengingat Dikau di atas segalanya.
Dari
kesegalaan di semesta ini pilihanku adalah berangkat menemani-Mu.
Inilah
yang akan kuucapkan kelak: “Dikaulah segala-galanya.”
Wahai
Tuhanku, tanda mata paling permata dalam hatiku adalah harapanku pada-Mu dan
kata paling gula di lidahku adalah pujian pada-Mu dan waktu paling kurindu
adalah jam ketika aku bertemu dengan Kau.
Wahai
Tuhanku, aku tak dapat menahankan hidup duniawi ini tanpa mengingat-Mu dan
bagaimana mungkin daku hidup di dunia ini tanpa mengingat-Mu dan bagaimana
mungkin daku hidup di dunia akan tiba tanpa menatap wajah-Mu? Wahai Tuhanku,
inilah keluhanku. Daku ini orang asing di kerajaan-Mu dan mati kesepian di
tengah-tengah penyembah-Mu!
Wahai
Tuhanku, jangan jadikan daku kelawang di tengah penakhluk perkasa. Jelmakan
daku jadi tongkat kecil penunjuk jalan di orang buta.
Wahai
Tuhanku, jangan jadikan aku pohon besar yang kelak menjadi tombak dan gada
peperangan. Jelmakan daku jadi batang kayu rimbun di tepi jalan tempat musafir
berteduh memijit kakinya yang lelah. Wahai Tuhanku, sesudah daku mati,
masukanlah daku ke neraka dan jadikanlah jasmaniku memenuhi seluruh ruang
neraka sehingga tak ada orang lain dimasukkan ke sana.
Wahai
Tuhanku, bilamana daku menyembah-Mu karena takut neraka, jadikan neraka
kediamanku. Dan bilamana daku menyembah-Mu karena gairah nikmat di sorga, maka
tutupkanlah pintu sorga selamanya bagiku.
Tetapi
apabila daku menyembah-Mu demi Dikau semata-mata maka jangan larang daku
menatap Keindahan-Mu Yang Abadi.
Setelah puisi
terebut dibaca oleh Bagas, ia secara tidak sadar juga memiliki kemampuan
berpindah tempat tanpa sepengetahuan ia, terbukti dalam cuplikan berikut
“Masya Allah!” seru saya, “Madu! Seharian saya cuma di rumah saja.
Sejengkal pun tak beranjak keluar dari pekarangan.”
Sementara Madu menertawakan saya yang dianggapnya bercanda, saya merasa
suatu keanehn sedang menyelinap di hati sanubari saya. Mungkinkah saya sedang
menyusul kemampuan Ibu lewat puisi Rabiah ini?
Tetapi bisa juga di
pahami bahwa tokoh Bagas hanya bermain imajinasi mengenai kesaktian Ibunya
karena ia secara tidak langsung dibuat bertanya-tanya mengenai percekcokan yang
terjadi diantara kedua orang tuanya. Seolah-olah Bagas telah dipermainkan oleh
perasaannya sendiri dari satu sisi ia merasa bersalah telah menuntit ibu yang
surganya terletak dibawah kaki Ibunya.
Inilah kelabihan Danarto dalam menyampaikan aliran
sufistik dan dunia imaji yang begitu luas. Pembaca dapat dibuatnya tercengang
jika hanya dibaca sekali. Danarto mahir menggabungkan dunia imaji dalam sufi
yang memang banyak masyarakat Indonesia masih memercayai keberadaanya. Cerpen ini
seakan-akan memang potret kultur bangsa Indonesia pada saat itu yang berhasil
dituangkan oleh Danarto dalam berbagai cerpennya.
Mungkin janggal jika membaca judul cerpen Rembulan di Dasar Kolam akan tetapi
cerita yang dipaparkan mengenai kemistikan seorang perempuan. Asosiasinya adalah
rembulan dapat diibaratkan dengan sosok Ibu yang teraniaya oleh watak suaminya
berselingkuh dengan perempuan yang lebih dari dirinya dan watak suaminya inilah
yang digambarkan sebagai dasar kolam. Rembulan yang mampu menyinari hingga
dasar kolam, rembulan yang dengan cahayanya ia dapat menyinari belahan bumi
mana saja. Demikian dengan tokoh Ibu yang mampu menyinari dan menegakkan
keluarganya agar tidak timbul perpecahan, Ibu yang dengan keangguannya ternyata
dapat menguasai ruang dan waktu.
DAFTAR RUJUKAN
Prasetia,
Rian. 2011. Sastra Indonesia: Danarto,
(Online), (http://selukbeluksastra.blogspot.com/2011/11/danarto.html), diakses
17 September 2012.
Analisis cerpen Menanti Bunda Kembali - Karkono
POTRET SEBUAH KELUARGA KECIL
Salah satu menuangkan ide inspiraif melalui karya tulis
seperti cerpen, novel, dan puisi. Seperti halnya yang dilakukan oleh Karkono
Supadi Putra, dosen jurusan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Malang. Beliau banyak
menulis cerpen, baik cerpen yang ringan untuk dibaca maupun cerpen yang banyak
menimbulkan persepsi.
Karkono Supadi Putra, Beliau adalah seorang dosen di
Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang dan merupakan Mahasiswa
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Di samping pekerjaannya sebagai seorang
dosen, beliau juga seorang penulis yang karya-karyanya sering dimuat di blog
universitas dan beberapa media cetak. Walaupun Beliau dapat digolongkan sebagai
penulis baru, tetapi ia sudah menunjukkan dedikasi untuk terjun lebih dalam dan
berkecimplung dalam kancah dunia sastra melalui cerpen-cerpen karyanya. Beliau mengarang
cerpen juga menggunakan interteks sebagai sumber inspirasinya.
Salah satu cerpen tulisan beliau adalah Menanti Bunda Kembali, menceritakan
peristiwa yang dialami oleh keluarga kecil. Seorang Ayah yang menceritakan
kegalauan istrinya hendak pergi haji karena harus meninggalkan anaknya yang
masih delapan tahun. Sang Ayah berprofesi sebagai dokter, waktunya banyak
tercurakan untuk rumah sakit dan kliniknya. Hingga pada suatu hari si anak yang
bernama Ryan badannya demam mungkin karena terlalu rindu kepada Ibundanya, sang
Ayah-pun tergopoh-gopoh mengkhawatirkan keadaan anaknya yang sudah banyak
kehilangan ciran. Kegelisahan sang Ayah yang kemudian membawa malapetaka bagi
mereka. Si Ayah terpaksa dirawat di sebuah rumah sakit karena kecelakaan yang
dialaminya.
Cerpen ini memiliki kesederhanaan kebahasaan dan
penggambaran cerita yang mudah untuk ditebak. Tidak terlalu rumit dalam membuat
klimaks sehingga permasalahan yang ingin diciptakan tidak terlalu mengundang
emosi pembaca.
Sangat berbeda dengan cerpen-cerpen karya Karkono yang
lain misalnya saja pada cerpen Bayangan
Hitam, Suara Tiga Hati, dan Lintang Kemukus. Kemungkinan cerpen ini
ditulis untuk pembaca pemula (tingkat SD, SMP).
Cerpen ini menggambarkan keluarga yang harmonis, yang
setiap pasutri pasti mendambakannya. Misalnya saja pada kutipan berikut
Aku bisa
memahami apa yang dipikirkan istriku. Ryan masih berusia delapan tahun, pasti
akan merasa sedih ditinggal bundanya pergi berhaji. Pada awlanya istriku ragu
untuk pergi ke tanah suci tahun ini seorang diri, tetapi aku yang
meyakinkannya. Ini panggilan ilahi, tak ada alasan untuk menunda lagi.
Dalam kutipan tersebut nampak keharmonisan sebuah
keluarga yang selalu menjadi idaman tiap pasutri. Apalagi memiliki seorang anak
yang terkesan manis dan tidak bandel. Hal inilah yang ingin diinspirasikan oleh
pengarang. Pengarang ingin memberikan sebuah kisan yang dapat dijadikan
panutan.
Dari segi kebahasaan, pengarang memilih menggunakan
kata-kata yang mudah untuk dipahami, kembali ke pernyataan sebelumnya,
pengarang ingin menginspirasi pembaca dengan bahasa santun dan dengan kisah
yang bisa menjdikan mereka sebagai orang tua yang mengasihi kelarganya.
Cerita pendek ini juga tidak terlalu panjang yang
biasanya bisa mencapai sepuluh lembar atau lebih. Inilah keunggulan cerpen Menanti Bunda Kembali, simpel tapi
mempunyai banyak kesan bagi pembaca.
Cerpen ini juga dapat dikaitkan dengan pendekatan
psikologi yang dialami oleh sang Ayah, Bunda, serta Ryan. Mereka memiliki
pergolakan batin, masing-masing tidak ingin menyakiti perasaan satu sama lain. Mereka
sangat menjaga keharmonisan keluarga. Di sinilah mereka mengalami guncangan
psikologi ringan.
Pengarang juga ingin memaparkan bagaimana kedekatan
seorang Ibu dengan anaknya. Ibu yang selalu mengkhawatirkan keadaan anaknya,
Ibu yang senantiasa menemani hampir semua aktifitas anaknya. Hingga ketika si
Ibu pergi berhaji anaknya merasakan rindu yang teramat, Ryan bergaming
memanggil ibunya, mendoakan agar ibunya selamat seperti pada kutipan berikut
Perasaanku semakin tak menentu. Aku menjadi ingat istriku. Ryan pasti
terlalu memikirkan bundanya. Aku tidak bisa tenang untuk menangani Ryan
sendirian, makanya aku putuskan untuk membawaya ke rumah sakit.
Saat kubopong tubuhnya ke dalam mobil. Lirih ku dengar dia menyebut Bunda
berulang kali
Sehebat apapun seorang dokter, ia pasti juga akan panik
dengan kondisi anaknya saat itu. Seorang dokterpun masih memiliki rasa tanggung
jawab terhadap anak. Dan seorang dokterpun masih memaklumi seorang anak yang
sakit karena teramat merindukan bunda tercintanya.
Secara garis besar, cerpen ini dapat dikategorikan
sebagai cerpen inspiratif. Cerita yang disampaikan dapat pempersuasi pembaca
untuk bertindak seperti yang diceritakan dan mengambil hikmahnya secara arif
dan bijaksana. Jangan menilai sebuah karya sastra dari penggunaan bahasanya
maupun segi penceritaannya, tetapi nilailah sebuah karya sastra tersebut dari
seberapa besar pengaruh sebuah karya sastra tersebut bagi pembacanya.
Semoga bermanfaat.Thanks for visiting :)